skip to main |
skip to sidebar
Sunday, October 21, 2012
Motivasi: SDT (Self Determination Theory)
Banyak sukarelawan, dengan beaya sendiri mau pergi ke daerah bencana,
basah kuyup tanpa dibayar mau berupaya menolong orang, tidur di tenda,
makan seadanya, kena penyakit kulit, sanitasi yang jelek, bekerja terus,
selama dua minggu. Ketika berhasil menolong orang, berbahagia sekali,
walaupun kerjanya luar biasa keras dan tidak dibayar sama sekali.
Mereka tidak membutuhkan motivator untuk mengguncangkan semangat dan
berteriak teriak menggebukan dada. Mereka memiliki “sumber motivasi”
dari dalam dirinya sendiri. Intrisic Motivation, atau motivasi dari
dalam, memiliki kekuatan besar dalam membuat orang mau bekerja lebih
keras, bahkan tanpa perlu adanya insentif.
Faktor luar,
“Extrinsic Motivation”, seperti bonus dan insentif, semangat menggebu
gebu berteriak, bahkan senam pagi sekantor bersama, tepuk tangan ala
sukses baru, high five, tentu berguna juga mengangkat semangat kita
dalam bekerja, tetapi bukan untuk menjadi “motor” penggerak motivasi
yang sebenarnya.
Ada 3 Intrisic Motivation yang kuat: Pertama
adalah Choice and Authonomy, Pilihan dan Kebebasan. Ketika kita memilih
sendiri, kita bertendensi untuk bertanggung jawab dan mengerjakan
menyelesaikannya sebaik mungkin. Ketika seorang anak memilih menjadi
dokter, dia akan lebih mau bekerja keras mencapai cita cita daripada
“yang disuruhkan orang tuanya”.
Kebebasan memilih anak buah,
memilih proyek, memilih daerah relokasi kerja, merupakan salah satu
bentuk insentif untuk anak buah mau bekerja lebih keras dan bertanggung
jawab atas pilihannya. Kebebasan tentu masih dalam koridor tata kerja
yang bertanggung jawab.
Kedua adalah Competence, atau
Kemampuan. Semakin mampu seseorang melakukan pekerjaannya semakin mau
dia bekerja keras. Bandingkan ada 2 karyawan, satu sangat mampu
mengerjakan tugasnya, satu kurang mampu, mana yang lebih bersemangat
bekerja? Dengan gajih yang sama orang yang mampu mau bekerje jauh lebih
keras dari pada orang yang kurang bisa.
Mengapa training and
coaching, pelatihan dan pendampingan, menjadi kunci sukses perusahaan
besar dan maju? Karena karyawan yang “bisa” selalu mau bekerja lembur,
bekerja super keras, dan memikirkan pekerjaannya terus menerus, tanpa
membutuhkan insentif ataupun motivasi lain dari luar.
Ketiga
adalah Relatedness atau Meaning, Keterikatan atau Makna hidup.
Keterikatan emosi kita dengan sebuah daerah, kebiasaan, atau keadaan:
misalkan artis yang terkena Aids, mau mati2an bekerja dan mendonasikan
semua jernih payahnya untuk pengembangan penyembuhan Aids. Relatedness
juga termasuk hoby, kebiasaan, kesukaan akan bidang usaha. Kerja keras
menolong ke daerah bencana juga termasuk dalam motivasi pencarian Makna
hidup sebagai sesama manusia yang menolong orang lain.
Kalau
kita bisa memberikan makna pada pekerjaan kita: Membuat tukang batu
sadar dan meyakini bahwa kerjanya adalah membangun Masjid Suci/
Kathedral termegah/ Kuil terhebat, akan membuat tukang batu itu
melakukan dengan lebih semangat dan berkerja lebih baik. Ingatan bahwa
kita bekerja untuk mensukseskan anak kita, negara kita, akan membuat
kita mau bekerja keras dan berkurban untuk itu. Intrisic motivation
ketiga ini mempunyai kekuatan terbesar dalam membuat orang mau bekerja
dengan lebih keras lebih baik.
Motivasi telah menjadi kata yang
umum dan bisnis yang besar, pemahaman ini masih saja jarang dikenal
orang, dan jarang di manfaatkan dalam mengembangkan dan menguatkan team
kerja kita. Semoga tulisan ringkas berdasarkan teori Self Determination
Theory nya Edward Decy dan Richard Ryan ini bisa bermanfaat untuk
teman2. Salam sukses untuk anda.
*Tanadi Santoso
0 comments:
Post a Comment